Akhir-akhir ini banyak banget berita tentang bullying. Mulai dari mahasiswa sampai anak SD pun bisa melakukan bully. Ga usah jauh-jauh dehh di lingkungan sekitar kita pun banyak yang melakukan prakteknya. Entah kamu sebagai korban atau malah kamu sebagai pelaku.
Sebenernya sih, bully-membully ini dasarnya adalah "bercanda." Iya, bercanda. Tapi lama kelamaan dasar bercanda ini hanya satu pihak aja yang "bahagia." Yang lainnya?? Yang lainnya bisa dijawab sendiri gimana perasaan atau keadaannya.
Dan atau
Bully-membully ini awalnya adalah ngomongin "kejelekan/kekurangan" orang yang akhirnya mereka merasa banyak massa. Jadi yaaa bisa dibilang mereka ini berani ngomong (secara kasar atau nyindir) didepan orang yang banyak kekurangan ini dengan seenak-nya karena merasa paling kuat dan sempurna.
Ga jarang pelaku bully adalah mereka yang dulunya korban bully. Lho kok bisa? Ya bisalah. Contonya aja ketika seorang anak saat dia SMP, dia menjadi korban bully oleh temen-temennya. Ketika SMA, dia si korban bully ini ga mau lagi jadi korban, ga mau terlihat lemah lagi, akhirnya dia menutupi masa kelamnya dengan menjadi pelaku bullying. Se-simple itu.
Waktu aku dulu ni, banyak baget pelaku-pelaku bully yang mereka ini awalnya ikut-ikutan. Emang si pengikut ini ga parah-parah banget bullynya, awalnya. Lama-kelamaan jadi senior dia. Tapi kann tetap saja. Ketika ku tanya, "kamu sekarang kok gini ee malah ikut-ikut bully si A?" "Faktor lingkungan rin" jawabnya. Akhirnya ya aku cuma diem, ya mau gimana lagi.
Jangan kira aku nulis ini karena aku sempurna, ga pernah ngomongin orang. Ohhh enggakk. Aku nulis ini karena jadi 'temennya' korban bully itu sama ga enaknya. Sedih gitu rasanya temen sendiri jadi korban. Ga parah si, ga sampe berdarah juga, tapi sakit nancep tu disini (nunjuk hati). Kata orang si "lidah bisa lebih tajam dari pada pisau." Ini semua sama sekali ga ada untungnya dan kamu gagal keren.
Untungnya temenku ini, punya hati baja. Ciaelahh hehe.. waktu kutanya "kamu sebenernya tau kan selama ini kamu dibully secara verbal?" "Yaa, aku tau.." jawabnya enteng.. "Kok kamu bisa biasa aja gitu?" Tanyaku penasaran, "pura-pura ga tau aja toh aku masih punya temen" katanya.. "Beruntung kita sekarang ga ada di zona itu lagi" kataku..
Kalau mengingat waktu itu, mungkin kita bisa aja belain temen kita ini tapi untuk apa juga. Kita pasti kalah. Bukan pesimis. Jumlah massa yang bikin kita kalah lagi pula mulut-mulut (sorry rada kasar) mereka pasti bakal menang.
Dari temenku yang super baja ini, aku mengambil kesimpulan bahwa ga ada untungnya nge-bully balik atau menjatuhkan orang-orang yang jahat sama kita. Toh memaafkan jauh lebih keren dari dendam.
Sebenernya sih, bully-membully ini dasarnya adalah "bercanda." Iya, bercanda. Tapi lama kelamaan dasar bercanda ini hanya satu pihak aja yang "bahagia." Yang lainnya?? Yang lainnya bisa dijawab sendiri gimana perasaan atau keadaannya.
Dan atau
Bully-membully ini awalnya adalah ngomongin "kejelekan/kekurangan" orang yang akhirnya mereka merasa banyak massa. Jadi yaaa bisa dibilang mereka ini berani ngomong (secara kasar atau nyindir) didepan orang yang banyak kekurangan ini dengan seenak-nya karena merasa paling kuat dan sempurna.
Ga jarang pelaku bully adalah mereka yang dulunya korban bully. Lho kok bisa? Ya bisalah. Contonya aja ketika seorang anak saat dia SMP, dia menjadi korban bully oleh temen-temennya. Ketika SMA, dia si korban bully ini ga mau lagi jadi korban, ga mau terlihat lemah lagi, akhirnya dia menutupi masa kelamnya dengan menjadi pelaku bullying. Se-simple itu.
Waktu aku dulu ni, banyak baget pelaku-pelaku bully yang mereka ini awalnya ikut-ikutan. Emang si pengikut ini ga parah-parah banget bullynya, awalnya. Lama-kelamaan jadi senior dia. Tapi kann tetap saja. Ketika ku tanya, "kamu sekarang kok gini ee malah ikut-ikut bully si A?" "Faktor lingkungan rin" jawabnya. Akhirnya ya aku cuma diem, ya mau gimana lagi.
Jangan kira aku nulis ini karena aku sempurna, ga pernah ngomongin orang. Ohhh enggakk. Aku nulis ini karena jadi 'temennya' korban bully itu sama ga enaknya. Sedih gitu rasanya temen sendiri jadi korban. Ga parah si, ga sampe berdarah juga, tapi sakit nancep tu disini (nunjuk hati). Kata orang si "lidah bisa lebih tajam dari pada pisau." Ini semua sama sekali ga ada untungnya dan kamu gagal keren.
Untungnya temenku ini, punya hati baja. Ciaelahh hehe.. waktu kutanya "kamu sebenernya tau kan selama ini kamu dibully secara verbal?" "Yaa, aku tau.." jawabnya enteng.. "Kok kamu bisa biasa aja gitu?" Tanyaku penasaran, "pura-pura ga tau aja toh aku masih punya temen" katanya.. "Beruntung kita sekarang ga ada di zona itu lagi" kataku..
Kalau mengingat waktu itu, mungkin kita bisa aja belain temen kita ini tapi untuk apa juga. Kita pasti kalah. Bukan pesimis. Jumlah massa yang bikin kita kalah lagi pula mulut-mulut (sorry rada kasar) mereka pasti bakal menang.
Dari temenku yang super baja ini, aku mengambil kesimpulan bahwa ga ada untungnya nge-bully balik atau menjatuhkan orang-orang yang jahat sama kita. Toh memaafkan jauh lebih keren dari dendam.
Komentar
Posting Komentar