Langsung ke konten utama

Bahasa Jawa

Sebagai anak perantauan yang tinggal di Jogja, ga asing lagi yang namanya bahasa Jawa. Iya, BAHASA JAWA. Hueh. Di SMA pun ada pelajaran Bahasa Jawa yang otomatis belajar Bahasa Jawa Kromo dan Aksara Jawa. Duhh.

Pernah satu waktu diberi soal aksara jawa alaala gitu, temen-temen yang lain udah ngerjain soal dan aku yang pusing karena ga tau aksara jawa hanya bisa menatap nanar buku tulis. Kosong. Dilihatlah sama guruku, beliau bilang, "Ririn kenapa? Ga bisa pasangan aksara jawa ya? Sini ibu ajarin" duhh cintaahh de buu. Setelah diajarin hari ini, besok lagi dah lupa. Hehe. Untung ada temen yang pinter bahasa jawa, Shifa. Jadi kalo ada apa-apa tanya dia. Termasuk tugas. Hahaha.

Aku SMA memang di Jogja tapi, jarang baget komunikasi sama temen-temen menggunakan bahasa Jawa. Apalagi di asrama banyak temen-temen yang dari luar Jogja, jadi kalau komunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Jadi Bahasa Jawa. Bhayyy!!

Setiap pulang kampung, setahun sekali. Aku malah kesleo-sleo kalau bicara (kadang kecampur sama bahasa Indonesia). Sampe pernah waktu itu temen ibu-ku bilang, "lho Ririn kan sekolah di Jogja, kok malah ga bisa bahasa jawa? Kok malah bahasanya 'aku-kamu'?" "Iya, Ririn sekolahnya di Kota bukan di Desa jadi keseringan menggunakan bahasa Indonesia," timpal ibuku. Akunya ketawa denger ibuku bilang gitu. Yaiyalah, boro-boro ngomong pake bahasa jawa 'halus', ngitung satu sampe sepuluh bahasa jawa aja ga jelas.

Walaupun di Sumatera aku tinggal di lingkungan orang-orang jawa, di rumah juga menggunakan bahasa jawa. Kalau kumpul keluarga besar (sama sese pun kadang yang digunakan bahasa jawa 'halus', dan setiap kalimat yang keluar dari anggota keluarga akan aku tanyakan ibuku, "artine opo mak?" Itu kalau kumpul dengan sesepuh. Tapi, kalau sama temen-temen juga orang tuaku pakenya bahasa jawa biasa. Karena emang di sana bahasa Jawanya ga 'halus', kata orang Jawa. Bahasa Jawa yang udah terakulturasi sama bahasa Palembang. Logatnya ga Jawa-Jawa banget, kadang juga di campur sama bahasa Palembang. Jadi yaa jangan harap di sana ada yang namanya "Strata Bahasa."

Strata bahasa jawa itu memusingkan bagiku. Menurut kita 'kata' itu kalau di translite ke bahasa Indo artinya sah-sah aja, wajar-wajar aja. Tapi bagi orang jawa itu kasar. Contohnya: "matamu" (malah ada lagunya kan yaa.. hmm). Belum lagi kalau kita mau bicara sama orang lebih tua berbeda kalo kita bicara sama temen. Salah-salah ucap, bisa-bisa dianggap ga sopan. Padahal kita yang ga tau 'kata' itu cocok ditunjukan untuk siapa. Heuh.

Jawa. Jawa.

Pengen bilang, "Ddq lelah belajar bahasa jawa bangg." Haha.

Bahasa jawa memang ga minta dipahami. Tapi setidaknya kita mengetahui. Belajar bahasa jawa memang susah. Tapi kita bisa kalau kita usaha.

Bahasa jawa di hidupku bukan suatu yang baru dan asing. Dan kayaknya emang ga bisa lepas dari hidupku de. Hehe.


Kota Istimewa, 28 September 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyelami Masa Lalu

Banyak yang telah terlewat dan nggak sempat aku abadikan, baik melalui tulisan maupun foto. Setelah sekian lama, akhirnya tadi aku mulai untuk mengirimkan tulisanku lagi. Belajar nulis lagi dari awal. Setelah kupikirkan ternyata mengabadikan momen dan mencurahkan sudut pandang kita itu penting. Selain untuk menyimpan memori juga untuk mengingat kita "dulu" seperti apa atau bahkan untuk melihat perubahan yang ada pada diri kita. Setelah menyelesaikan tulisan sampai jam 3 subuh. Aku terbangun dan mulai melihat diriku yang dulu seperti apa dengan menelusuri diriku di media sosial mulai dari twitter, fb, ask fm, sampai pinterest. Melalui kegiatan itu yang aku dapatkan adalah ternyata diriku yang dulu dengan sekarang ada banyak perubahan dan nggak banyak kesamaan. Kesamaan aku yang dulu dan sekarang adalah wajah nggak banyak berubah, tapi cara menggunakan jilbab yang berubah.  Waktu SMP ternyata aku pakai jilbab bisa maju banget, selain itu juga banyak mencoba model jilbab. Kemudi...

Sulit Menemukannya (Lagi)

Mungkin ada sebagian kecil dari kehidupan kita yang akan sulit kita temukan (lagi). Ketika kita kecil, kita sering jajan didepan sekolah hingga jajanan tersebut (mungkin) menjadi jajanan favorit. Namun sekarang ketika kita datang ke sekolah, kita hanya bisa mengenang betapa nikmatnya jajanan tersebut. Entah itu karena penjualnya tidak berdagang lagi atau tetap ada namun rasanya berbeda sebab bukan penjual lama yang menyajikan. Semakin dewasa kita, maka akan semakin banyak kenangan yang akan dan harus kita ingat. Entah itu sebagai pelajaran ataupun hanya untuk mengetahui apa rasanya rindu. Seperti sekarang ini aku merindukan lingkar pertemananku. Benar kata orang-orang, bahwa seorang akan dipertemukan dengan orang yang sama dengannya. Entah itu tingkah lakunya, hobbinya, atau bahkan visi-misinya. Sebab dengan kesamaan itulah kita tidak akan pernah habis bahan pembicaraan–pun aku merasakannya selama ini. Ketika dulu kita memang sering bertemu, begitu banyak hal yang kita bicarak...

"Kamu Nggak Sendirian"

  "Hidup itu nggak cukup sendirian, kita selalu butuh orang2 sekitar". Kira-kira kalimat kyk gitu yg sering aku denger dari mamak. Maklum anaknya yg ini lebih suka ngelakuin banyak hal sendirian karena takut ngerepotin orang lain. Bahkan mamak takut klo anaknya ini kuper aka kurang pergaulan. Sebenernya temen banyak, tapi temen deket bisa diitung jari. Sampe di bulan Januari kemarin, aku ke dokter dan disaranin dua hari lagi oprasi. Aku bingung harus ngubungin siapa dulu, yg pertama terlintas di kepalaku ya mamak. Sepulang dari RS, aku VC mamak & kuberitahu. Akhirnya keluarga Pak Radis jadi heboh wkwk. Sebenernya saat itu aku nggak ada perasaan takut sama sekali dan malah aku masih bisa hahahihi sambil menenagkan mamak. Mamak bilang hari di mana aku dioprasi harus ada yg nemenin. Kubilang, tenang ada. Mamak nggak percaya karena sebelumnya aku bilang bisa sendiri. Mamak marah, sampai akhirnya aku sebut nama2 temanku yg kemungkinan bisa membersamaiku--Atim, Ahim, Gita dan K...