Langsung ke konten utama

POV Anak yang Mamaknya Fans Leslar

Wktu awal pandemi tinggal di rumah, sering sebel sama mamak gara-gara suka nonton konten Lesti Billar (Leslar). Kubilang, "Halaah, hoaxx itutu", "Alayyy", "Lebaayyy" atau "settingan doang itutu maak". Aku nggak tau dari mana mamak suka Leslar, tapi yang jelas mamak suka nonton konten mereka baik di YouTube atau TV. Mungkin perkenalan mamak berawal dari sana. Entahlah.


Keterangan yang kudapat dari mamak, katanya mamak suka sama Lesti karena suaranya yang bagus itu terbukti dari juara 1 dari kontes dangdut di Indosiar. Lesti yang umurnya nggak jauh beda sama aku, dia bisa mencari uang untuk keluarganya dari suara emasnya itu. Bahkan kata mamak dia mengangkat derajat keluarganya karena dari orang yang kurang mampu jadi orang kaya dan terkenal. Mamak bilang perjuangan Lesti dan bapaknya perlu diapresiasi.


Ketika mamak menceritakan itu, tentu aku nggak peduli karena dalam benakku itu hanya kealayan dan kelebayan media. Buatan media dalam merangkai cerita sedih seseorang. Aku sebenernya nggak benci sama Lesti. Tapi aku nggak suka dengan konten Lesti dan Bilar. Menurutku itu terlalu berlebihan.


Waku itu Lesti dan Bilar sedang "dimakcomblangin" di media. Mamak senang karena kata mamak, Lesti ini kasian ditinggal nikah (entah sama siapa) kemudian ketemu dengan Billar yang sama-sama ditinggal nikah (entah sama siapa). Mamak dengan semeringah berkata mereka cocok! Aduhh!


Bisa dibilang mamak adalah fans Leslar. Nonton konten Leslar bisa siang, sore, malem dan dalam waktu-waktu istirahatnya mamak. Aku sering protes. Mamak bilang, "yaa mending nonton konten mereka dibanding ngerumpi sama tetangga!" Aduhh! Itu nggak ada yang mending, itu 11-12!

Surat Laporan Lesti Terhadap Billar

Maka ketika aku baca berita Lesti mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), aku langsung teringat mamak. Kutelfon mamak hanya untuk tau perasaan mamak. Sambil tertawa kecil kutanya, "Gimana perasaannya mak?" Kata mamak, "Lemes, letih, lesu". Sontak aku tertawa.


Ini aku bukan tertawa atas apa yang menimpa Lesti, tapi tertawa karena ekspresi mamak. Dalam telfon, "Sudah kubilang mak, jangan sering-sering nonton konten kayak gitu. Semua itu hoax mak, settingan. Sudahlah jangan terlalu berlebihan ngefans seseorang". Mamak bilang, "Jadi benci sama Billar, males nonton kontennya, laki-laki bejat!" Mamak kecewa.


Sama seperti emak-emak lain di luar sana yang kecewa dengan berita ini. Aku bisa memahami. Gimana nggak kecewa, selama ini yang mereka tonton di layar kaca adalah hal-hal baik, bahkan dilebih-lebihkan. Ekspetasi mereka tinggi atas couple ini. Diceritakan sebagai pasangan yang sama-sama ditinggal nikah mantan, ketemu ketika sudah sukses, menikah, punya anak, dan bahagia. Best couple!


Namun, adanya berita ini menjadi pukulan besar atas apa yang mereka ekspetasikan selama ini. Bahwa semua nggak seindah di layar kaca.


Atas apa yang menimpa Lesti, aku turut berduka. Di usia muda, sudah harus menghadapi hal-hal seperti ini. Aku tentu 100% mendukung Lesti dan salut dengan dia karena ketika terjadi KDRT dia langsung melapor ke Polisi. Hal seperti itu patut dicontoh, semoga orang lain di luar sana yang mengalami KDRT punya keberanian untuk melapor ke Polisi. Karena tentu, banyak yang dipertaruhkan Lesti ketika ia melapor ke Polisi.


Lesti, kamu hebat. Kamu bukan hanya mengangkat derajat keluargamu, tapi juga mengangkat derajat laki-laki bejat--Rizky Billar yang bahkan sampai sekarang aku nggak tau passionnya apa. Lesti kamu bakal baik-baik aja tanpa Billar. Cintamu terlalu tulus untuk Billar yang cuma mau ngambil untung. Kamu pantes dapet yang lebih baik. Billar lu siap-siap dimusuhin emak-emak ye!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekan Lara

Begitulah jadinya. Pekan ini aku mempelajari banyak hal. Bahwa sesungguhnya kita harus merasakan kehilangan untuk tahu bagaimana rasanya memiliki. Harus merasakan sedih untuk tahu bahagia. Merasakan pahit untuk tahu manis. Untuk belajar lebih ikhlas mencintai apapun. Belajar bersyukur terhadap apa yang kita dapatkan sekarang.    Pertama. Jumat kemarin adalah hari yang menyakitkan bagiku. Bagaimana tidak, lelayu yang tersebar mengabarkan teman seperjuangan telah tiada. Begitu cepat, batinku. Maka ketika saat itu tiba tiada yang bisa menolak atau berpaling sedikitpun. Aku kembali diingatkan untuk selalu bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan olehNYA. Semoga engkau tenang disisiNYA. Kedua. Tiga teman seperjuangan harus pindah untuk merangkai cita-citanya di kota lain. aku bangga pada mereka, juga sedih karena harus berpisah. Ini adalah jalan yang diridhoiNYA, maka harus kita percayai. Asal tetap bisa berkomunikasi dan bertemu, tak masalah bagiku. Jalan berbeda, tapi tujua

"Kamu Nggak Sendirian"

  "Hidup itu nggak cukup sendirian, kita selalu butuh orang2 sekitar". Kira-kira kalimat kyk gitu yg sering aku denger dari mamak. Maklum anaknya yg ini lebih suka ngelakuin banyak hal sendirian karena takut ngerepotin orang lain. Bahkan mamak takut klo anaknya ini kuper aka kurang pergaulan. Sebenernya temen banyak, tapi temen deket bisa diitung jari. Sampe di bulan Januari kemarin, aku ke dokter dan disaranin dua hari lagi oprasi. Aku bingung harus ngubungin siapa dulu, yg pertama terlintas di kepalaku ya mamak. Sepulang dari RS, aku VC mamak & kuberitahu. Akhirnya keluarga Pak Radis jadi heboh wkwk. Sebenernya saat itu aku nggak ada perasaan takut sama sekali dan malah aku masih bisa hahahihi sambil menenagkan mamak. Mamak bilang hari di mana aku dioprasi harus ada yg nemenin. Kubilang, tenang ada. Mamak nggak percaya karena sebelumnya aku bilang bisa sendiri. Mamak marah, sampai akhirnya aku sebut nama2 temanku yg kemungkinan bisa membersamaiku--Atim, Ahim, Gita dan K

Perkenalanku Dengan Muhammadiyah

Aku bukan dari keluarga Muhammadiyah, perkenalanku dengan Muhammadiyah bermula dari SMA. Berhubung aku sekolah di SMA Muhammadiyah 2 Jogja secara otomatis pasti belajar tentang kemuhammadiyahan. Beruntungnya aku punya keluarga yang menerapkan sistem demokrasi. Jadi bebas mau aktif di mana. Melalui sekolah inilah, aku jadi ikut dua ortom Muhammadiyah--IPM dan TS. TS tempat yang paling asik untuk olahraga, ketawa mulu, belajar tentang kerja keras, harus latihan terosss. Di TS cuma sampe sabuk kuning melati 2. Setelah lulus SMA, aku sempet ikut TS lagi, tapi cuma sampe semester 2 perkuliahan. Kangen TS.  IPM aku bertemu sama orang-orang pinter, kece badai, literasinya oke, jadi pewe bgt di sini karena bisa cerita macem-macem, mulai dari hal remeh temeh sampe abott. Setelah lulus SMA, aku tetep ikut IPM sampe sekarang. Waktu itu ada yang tanya, "Kenapa masih ngurusin IPM padahal udah mahasiswa? Kenapa nggak gabung IMM?" Saat itu aku sedikit bingung, karena menurutku apa salahnya