Minggu ini mungkin adalah minggu yang menegangkan.
Bagaimana tidak, setelah sebelumnya berkutat dengan materi-materi Ujian Tengah
Semester (UTS) kini mahasiswa direpotkan dengan nilai Ujian Tengah Semester
(UTS). Ada yang merasa puas dan ada juga yang merasa kurang. Entah kurang
nilainya atau kurang dalam usahanya. Namun, sejauh ini aku pribadi menganggap
bahwa Ujian Tengah Semester (UTS) adalah ajang melihat kemampuan diri.
Kemampuan diri apakah kita tetap seperti dulu atau
tidak, maksudnya adalah apakah kita tetap tidak jujur terhadap diri sendiri dan
orang lain; melawan godaan. Apakah kita tetap menggunakan cara lama, dalam hal
ini teknik menghafal materi atau memahami materi lalu kita kembangkan. Apakah
kita sungguh-sungguh dalam mempersiapkan Ujian Tengah Semester (UTS). Dan kita
bisa melihat mata kuliah apa yang harus kita beri perhatian lebih.
Bisa saja dengan adanya Ujian Tengah Semester (UTS)
atau ujian-ujian yang lain kita bisa mengetahui. “Oh, saya kurang dalam
memahami materi ini,” “Oh, saya kurang dalam hitung-menghitung,” atau “Oh, saya
belum belajar maksimal untuk mata kuliah ini.” Dan lain sebagainya. Mungkin
tulisan ini akan menjadi biasa-biasa saja jika aku terus-terus berbicara
tentang Ujian Tengah Semester versi-ku. Sebab semua orang mempunyai cara
pandang yang berbeda Ujian Tengah Semester (UTS) atau ujian lainnya.
Mungkin ada yang menganggap beban yang berat,
sesuatu yang mengerikan daripada hantu, apalagi ini adalah tahun pertama masuk
dunia perkuliahan. Setelah merasakan Ujian Tengah Semester (UTS) ternyata biasa
saja, yang luar biasa adalah melihat tinta-tinta para dosen diatas lembar
jawaban bak pedang yang menancap di perut. Ughhh. Rasanyaa, lebih menakutkan
daripada ibu di film Pengabdi Setan. Hehe. Terdengar lebay si, tapi ya gimana.
Mungkin saat Ujian Semester Tengah (UTS) berlangsung kita merasa, kita mampu
menjawab atau membahas panjang lebar. Apalagi kalau soalnya Essay, “Mengarang
indah” kata seorang teman. Tapi ngarangnya bukan asal ngarang, saking banyaknya
penjelasan yang harus dibubuhkan di lembar jawaban jadilah ada sebutan,
“Mengarang indah.”
Hari ini, ada mata kuliah Dasar Kependudukan yang
menurut sebagian besar mahasiswa adalah mata kuliah yang biasa saja maksudnya
tidak semengerikan Biostatistik. Tapi sepagi ini Bu Erni, salah satu dosen mata
kuliah Dasar Kependudukan menyayangkan nilai-nilai kami yang kata beliau,
“Menyedihkan.” Entah menyedihkan dalam bentuk yang parah atau masih terbilang
normal. Kami tidak tahu. Yang kami tahu adalah mungkin kami mungkin dalam
mempersiapkan Ujian ini kurang.
Setelah diberi pencerahan untuk jiwa-jiwa kesepian,
ehh, jiwa-jiwa yang sekiranya butuh pencerahan. Beliau (Bu Erni), menjelaskan
tentang masalah Morbiditas dan Mortalitas. Morbiditas adalah suatu penyakit,
sedangkan Mortalitas adalh kematian. Nah, dipembahasan Morbiditas yang sangat
menarik perhatianku. Weduuu. Semua mungkin juga sudah pada tahu bahwa penyakit
bisa datang kapan saja dan dengan siapa saja. Penyakit bisa disebabkan karena
life style, genetik, usia, atau hal lainnya.
Penyakit juga dibedakan menjadi dua macam, penyakit
fisik yang bisa dilihat ciri-cirinya dan penyakit mental yang jarang terlihat,
dalam kondisi yang sudah parah baru bisa dilihat. Sedangkan, sehat dalam hal
ini adalah keadaan sejatrah baik fisik maupun mental. Mungkin yang membuat aku
terterik pembahasan ini adalah karena penyakit mental. Kita ambil contoh
penyakit mental adalah stres.
Stres adalah ganguan atau kekacauan mental dan
emosional yang disebabkan oleh faktor luar; ketegangan. Di ranah perkuliahan, faktor
stress adalah ketika kita mendapat nilai Ujian Tengah Semester (UTS) yang
kurang memuaskan, ada tanggung jawab menyelesaikan tugas yang diberikan dosen,
laporan praktikum yang sudah datelinenya, atau proposal kegiatan yang tak kunjung
selesai. Stres memang tidak kita ketahui kapan datangnya dan ciri-cirinyapun
setiap orang berbeda. Sebenarnya stres bisa saja tidak terjadi pada diri kita
jika kita pintar dalam manajemen waktu.
Tidak hanya bermain dalam manajemen waktu, namun
juga bermain tentang perasaan. Lho? Kok bisa? Iya bisa! Jika saja kita
menganggap bahwa semua tugas atau beban yang kita miliki tidak terlalu
dipikirkan secara berlebihan dan menikmati segala prosesnya dengan hati yang
lapang, kita tidak mengenal istilah stress. Terlebih stress karena nilai Ujian
Tengah Semester (UTS) yang tidak memuaskan, come on! Ini baru Ujian Tengah
Semester jangan terlalu berlebihan dalam memandang nilai Ujian Tengah Semester
(UTS) akhir dari segalanya. Masih banyak kesempatan lain yang meningkatkan IP
kita.
Jika kita tidak bisa mengatur waktu dan hati mungkin
kita sudah kacau. Tugas menumpuk,
laporan praktikum belum selesai lalu masalah lainnya dan stress datang dengan
mudahnya. Setiap orang pasti mempunyai masalahnya masing-masing. Termasuk stress,
setiap orang punya caranya masing-masing dalam menyelesaikannya entah itu
dengan makan yang enak, jalan-jalan ke pantai, ndaki, bahkan hal sesederhana
bisa baca buku sepanjang hari mungkin sudah dianggap pengobatan paling ampuh
untuk menghilangkan stress.
Dari penjelasan Bu Erni, aku bisa mengambil
kesimpulan bahwa kita memang tidak bisa menghentikan dosen memberikan banyak
tugas atau menghentikan asdos mengejar-ngejar laporan praktikum. Karena hidup
tidak bisa merasakan manisnya saja, kita harus tahu rasanya pait agar tahu
rasanya manis, harus tau rasanya melewati jalan yang terjal agar tahu rasanya
jalan yang mulus. Jadi kunci agar tidak
stress adalah pengaturan waktu yang baik dan kondisi hati yang sehat. Aku juga
sedang belajar dan selalu belajar mengatur waktu yang baik itu seperti apa
serta selalu memperbaiki hati agar tidak ada penyakit hati yang bersemayam
indah di lubuk hati. Sekarang kita dituntut untuk selalu memperbaiki diri,
bahkan ada yang kurang beristirahat agar ketika pulang kita dapat tidur dengan
nyaman.
11 November 2017
Komentar
Posting Komentar