Langsung ke konten utama

Kepercayaan

Hari ahad ini banyak sekali yang aku pelajari, mulai dari rasa percaya sampai rasa haru. Ahad ini sebenarnya tidak ada kegiatan ataupun tugas yang harus aku selesaikan. Tapi tiba-tiba di grup chat dikabarkan bahwa panitia sie acara PHP harus kumpul dikarenakan banyak bahasan untuk dirampungkan, sedang acara dalam hitungan hari. Pukul 13.00 Wib katanya, seperti biasa aku dari kos menuju kampus dengan berjalan kaki sebab kos-kampus tidak terlalu jauh. Berhubung ini adalah hari ahad, jadi pintu masuk belakang kampus yang biasa aku gunakan ditutup. Jadilah aku harus berjalan kaki sedikit jauh, sendirian dan tak ramai.
Kemudian dari arah belakang ada yang menyapa aku, seorang wanita. Ia mengendarai motor, memakai jilbab dan masker penutup muka, lalu ia berkata, “Mbak mau bareng?” Aku kaget dan sedetik kemudian tersadar, “Hha? Eeh? Iya” kataku. Katanya, “Yaudah naik mbak” aku bingung, dalam hati berkata, “Lah emang aku tadi bilang apa? … oh iya ding” kata orang rezeki ga boleh ditolak, yasudah naik motorlah aku dibonceng mbak misterius itu. Sepanjang jalan aku pun dia tidak berucap, kemudian mbaknya bilang, “Mbak arah mana?” “Mau ke kampus mbak” jawabku. Aku kira dia juga mau ke kampus eeh, ternyata enggak. Katanya, “Sini ya mbak?” “Iya” jawabku. Tak lupa aku berucap terimakasih sama mbak masker misterius yang baik hati itu. Sedetik kemudian mbaknya pergi ke arah utara.
Setelah beberapa menit kemudian aku baru menyadari aku melupakan sesuatu, menayakan namanya. Menyesallah aku. Tapi, semoga saja mbak masker misterius itu selalu dimudahkan jalannya oleh Allah swt dan semoga aku bisa bertemu lagi untuk membalas kebaikannya. Hehe. Hmmm.. setelah kupikirkan, zaman sekarang ternyata masih ada orang yang mau menolong padahal tidak sama sekali saling mengenal. Ternyata rasa kepercayaan terhadap sesama masih ada dan tidak serta merta hilang sebab banyak kejahatan-kejahatan diluar sana.
Aku menganalisi bahwa ternyata asas gotong royong, kepedulian, sampai toleransi yang mulai pudar di masyarakat bukan serta merta disebabkan karena era modern (internet) datang, tetapi juga asas kepercayaan yang mulai hilang di masyarakat. Coba tanyakan pada diri kita sendiri, ketika kita ingin membantu seseorang apakah kita langsung membantu atau malah banyak berspekulasi. Pernah bertemu orang yang kurang beruntung? Dan ketika kita ingin membantu, kita malah berfikir itu hanya kebohongan orang tersebut, kita takut dibohongi, kita takut rugi. Kamu pernah berfikir seperti itu? Aku pernah!
Ketika itu aku kelas satu SMA, masih aku ingat hari itu adalah hari ahad. Dimana area sekolah dan asrama sepi sebab tidak ada kegiatan apapun. Pagi hari, ketika semua orang mungkin sedang sibuk di kamar masing-masing atau sedang bermimpi indah. Aku dan temanku, Iqsy. Sudah mau mengantarkan seorang teman mau pulang kampung, kita antarkan sampai gerbang asrama. Setelah itu, kita berniat olaraga, jogging. Tapi diurungkan sebab ada seorang bapak tua yang sedang duduk dipojok gerbang asrama, ia berkata, “Mbak ini hari minggu ya?” “iya pak” jawab Iqsy. “Kenapa pak?” Tanya Iqsy, bapak itu terlihat sedih. Perawakan bapak itu kurus, hanya ditemani oleh sepeda ontel yang lusuh. “Ini mbak saya mau ketemu guru yang kerja disini, saya ga tau kalau ini hari minggu. Saya mau minjem uang sama teman saya itu.”
Perasaan saya masih biasa saja, timbullah sepekulasi-sepekulasi jahat itu. Tapi Iqsy dengan kebaikan hatinya ia berkata, “Loh pak emang kenapa?” “Istri saya sakit sekarang ada di rumah sakit PKU mbak.” Seketika aku teringat orang tua yang jauh disana, bapakku yang ketika dulu setia menemani ibuku sakit. Bergetarlah hatiku. Begitu setianya seorang suami kepada istrinya. “sebentar ya pak” kata Iqsy, Iqsy menarik tanganku untuk menjauh dari bapak itu. Dia bilang, “Uangmu ada berapa?” “Ga banyak, kenapa?” kataku. “Ayo urunan, bantu bapaknya” kata Iqsy, jujur saja ketika itu aku bingung antara mau memberi sebagian uang bulananku kepada orang yang tidak aku kenal atau tidak. Bisa saja bapak tersebut bohong, namun segera aku tepis sepekulasi itu. Kuingat ibu-bapakku waktu dulu kala. “Iya ayo!” jawabku mantap.
Mungkin menurut kita itu tak ternilai, tapi bisa saja bagi orang yang membutuhkan hal tersebut sangat bernilai. Masalah orang tersebut bohong atau tidak biarlah menjadi urusan ia dengan Tuhannya. Yang terpenting disini adalah rasa kepercayaan kita terhadap sesama haruslah kita pupuk dan sirami agar tidak layu bahkan buruk rupa. Dengan begitu kita selalu mendapat hikmah dari cerita mereka yang kehidupannya keras.

Ahad, 12 November

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekan Lara

Begitulah jadinya. Pekan ini aku mempelajari banyak hal. Bahwa sesungguhnya kita harus merasakan kehilangan untuk tahu bagaimana rasanya memiliki. Harus merasakan sedih untuk tahu bahagia. Merasakan pahit untuk tahu manis. Untuk belajar lebih ikhlas mencintai apapun. Belajar bersyukur terhadap apa yang kita dapatkan sekarang.    Pertama. Jumat kemarin adalah hari yang menyakitkan bagiku. Bagaimana tidak, lelayu yang tersebar mengabarkan teman seperjuangan telah tiada. Begitu cepat, batinku. Maka ketika saat itu tiba tiada yang bisa menolak atau berpaling sedikitpun. Aku kembali diingatkan untuk selalu bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan olehNYA. Semoga engkau tenang disisiNYA. Kedua. Tiga teman seperjuangan harus pindah untuk merangkai cita-citanya di kota lain. aku bangga pada mereka, juga sedih karena harus berpisah. Ini adalah jalan yang diridhoiNYA, maka harus kita percayai. Asal tetap bisa berkomunikasi dan bertemu, tak masalah bagiku. Jalan berbeda, tapi tujua

Istirahat

Minggu ini mungkin adalah minggu yang menegangkan. Bagaimana tidak, setelah sebelumnya berkutat dengan materi-materi Ujian Tengah Semester (UTS) kini mahasiswa direpotkan dengan nilai Ujian Tengah Semester (UTS). Ada yang merasa puas dan ada juga yang merasa kurang. Entah kurang nilainya atau kurang dalam usahanya. Namun, sejauh ini aku pribadi menganggap bahwa Ujian Tengah Semester (UTS) adalah ajang melihat kemampuan diri. Kemampuan diri apakah kita tetap seperti dulu atau tidak, maksudnya adalah apakah kita tetap tidak jujur terhadap diri sendiri dan orang lain; melawan godaan. Apakah kita tetap menggunakan cara lama, dalam hal ini teknik menghafal materi atau memahami materi lalu kita kembangkan. Apakah kita sungguh-sungguh dalam mempersiapkan Ujian Tengah Semester (UTS). Dan kita bisa melihat mata kuliah apa yang harus kita beri perhatian lebih. Bisa saja dengan adanya Ujian Tengah Semester (UTS) atau ujian-ujian yang lain kita bisa mengetahui. “Oh, saya kurang dalam memaha

Ohh Desember

Tak ada yang berbeda dari bulan-bulan sebelumnya. Namun, setiap bulan pasti mempunyai cerita masing-masing yang meninggalkan kesan. Setelah November kemarin menumpahkan air dan hembusan angin yang begitu kencang, hingga meninggalkan sayatan kecil. Kini Desember memberikan sedikit mentarinya untuk merasakan begitu hangatnya ia. Sebab Desember selalu meninggalkan banyak harapan dan semoga. Sampai-sampai kadang aku terbuai dibuatnya, tapi terlepas dari semua itu. Aku ingin berterimakasih kepada Desember karena kau selalu kunanti dan kurindukan. Berkat Desember, aku selalu belajar bagaimana sepantasnya aku hidup dan telah melakukan apa untuk hidupku juga orang disekitarku. Hari ini, aku memilih sendiri dan menjauhkan diri dari dunia luar. Bukan karena aku tak mau membuka diri dan berkata, “Terimakasih doanya.” Tapi aku memilih untuk mengoreksi diri. Bertanya kepada diri sendiri, “Kau ini sebenarnya siapa? Apakah kamu dibutuhkan? Telah melakukan apa?” dan banyak pertanyaan yang muncul