Langsung ke konten utama

Hadiah Untukku

Aku pernah berkata, "Kamu tak usah memberiku hadiah yang mahal dan keren. Kamu cukup membuatkan puisi untukku. Itu jauh lebih keren! Sebab setidaknya aku pernah hidup di karyamu. Hehe."

Kencang sang waktu berlari tak mampu ku kendalikan
dan tak mampu aku perlambat lajunya
dentang lonceng malam ini tepat kau berusia dewasa
mengiringi usia kisah kita

Tidaklah berupa rangkaian bunga
Ataupun boneka beruang seperti kepunyaan Alice
Tidak pula sebuah puisi yang ditulis dengan pena penuh puja dan puji

Aku tak mampu memberi semua itu 

Dan Aku berdoa agar Tuhan senantiasa mengutus malaikatnya
Untuk menjaga Mu di setiap engkau melangkah 
Karena aku sadari aku tak bisa menjaga Mu seutuhnya
meskipun aku berusaha untuk seperti itu

Doa dan Harap ini akan terus saya ucap
Bukan hanya saat ini . .

Garwa ku.
Maafkan Aku 
Jika Aku Tak mampu menjadi teman yang semestinya menemanimu malam ini 
Maka, tetaplah berteman dengan bintang yang bernyanyi merdu untukmu

06 Desember 2017
Ramadhani Wahyuningtyas 

Kau memang tidak pernah bohong. Terimakasih teman, telah menyempatkan waktumu untuk ini (padahal banyak tugas dan laprak yaa yas😂). Inilah selembar yang berharga itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekan Lara

Begitulah jadinya. Pekan ini aku mempelajari banyak hal. Bahwa sesungguhnya kita harus merasakan kehilangan untuk tahu bagaimana rasanya memiliki. Harus merasakan sedih untuk tahu bahagia. Merasakan pahit untuk tahu manis. Untuk belajar lebih ikhlas mencintai apapun. Belajar bersyukur terhadap apa yang kita dapatkan sekarang.    Pertama. Jumat kemarin adalah hari yang menyakitkan bagiku. Bagaimana tidak, lelayu yang tersebar mengabarkan teman seperjuangan telah tiada. Begitu cepat, batinku. Maka ketika saat itu tiba tiada yang bisa menolak atau berpaling sedikitpun. Aku kembali diingatkan untuk selalu bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan olehNYA. Semoga engkau tenang disisiNYA. Kedua. Tiga teman seperjuangan harus pindah untuk merangkai cita-citanya di kota lain. aku bangga pada mereka, juga sedih karena harus berpisah. Ini adalah jalan yang diridhoiNYA, maka harus kita percayai. Asal tetap bisa berkomunikasi dan bertemu, tak masalah bagiku. Jalan berbeda, tapi tujua

Istirahat

Minggu ini mungkin adalah minggu yang menegangkan. Bagaimana tidak, setelah sebelumnya berkutat dengan materi-materi Ujian Tengah Semester (UTS) kini mahasiswa direpotkan dengan nilai Ujian Tengah Semester (UTS). Ada yang merasa puas dan ada juga yang merasa kurang. Entah kurang nilainya atau kurang dalam usahanya. Namun, sejauh ini aku pribadi menganggap bahwa Ujian Tengah Semester (UTS) adalah ajang melihat kemampuan diri. Kemampuan diri apakah kita tetap seperti dulu atau tidak, maksudnya adalah apakah kita tetap tidak jujur terhadap diri sendiri dan orang lain; melawan godaan. Apakah kita tetap menggunakan cara lama, dalam hal ini teknik menghafal materi atau memahami materi lalu kita kembangkan. Apakah kita sungguh-sungguh dalam mempersiapkan Ujian Tengah Semester (UTS). Dan kita bisa melihat mata kuliah apa yang harus kita beri perhatian lebih. Bisa saja dengan adanya Ujian Tengah Semester (UTS) atau ujian-ujian yang lain kita bisa mengetahui. “Oh, saya kurang dalam memaha

Ohh Desember

Tak ada yang berbeda dari bulan-bulan sebelumnya. Namun, setiap bulan pasti mempunyai cerita masing-masing yang meninggalkan kesan. Setelah November kemarin menumpahkan air dan hembusan angin yang begitu kencang, hingga meninggalkan sayatan kecil. Kini Desember memberikan sedikit mentarinya untuk merasakan begitu hangatnya ia. Sebab Desember selalu meninggalkan banyak harapan dan semoga. Sampai-sampai kadang aku terbuai dibuatnya, tapi terlepas dari semua itu. Aku ingin berterimakasih kepada Desember karena kau selalu kunanti dan kurindukan. Berkat Desember, aku selalu belajar bagaimana sepantasnya aku hidup dan telah melakukan apa untuk hidupku juga orang disekitarku. Hari ini, aku memilih sendiri dan menjauhkan diri dari dunia luar. Bukan karena aku tak mau membuka diri dan berkata, “Terimakasih doanya.” Tapi aku memilih untuk mengoreksi diri. Bertanya kepada diri sendiri, “Kau ini sebenarnya siapa? Apakah kamu dibutuhkan? Telah melakukan apa?” dan banyak pertanyaan yang muncul